Ilustrasi gambar thefilmstage.com

Mengulik Kisah dalam Film “The King’s Speech”: Sebuah Pengkondisian Melalui Pembiasaan

Kolom Mahasiswa

Allifia Fatika Putri*

Gugup ketika berbicara di depan umum akibat malu atau nervous seringkali dialami oleh sebagian orang. Untuk membuat kebiasaan ini dapat hilang, tentu perlu adanya sebuah pengkondisian dalam situasi tersebut. Pengkondisian ini dapat diartikan sebagai proses belajar untuk mengurangi rasa gugup ketika berbicara di depan khalayak umum. Dalam perosesnya pun membutuhkan waktu yang secara berulang-ulang atau menjadi sebuah pembiasaan, sehingga dapat menghasilkan yang kita inginkan dan tidak bisa instan.

Pengkondisian ini dapat diartikan sebagai proses belajar untuk mengurangi rasa gugup ketika berbicara di depan khalayak umum.

Ternyata hal ini pernah dirasakan juga oleh anak sang Raja George yakni Pangeran Albert yang dikenal sebagai Bertie dalam Film The King’s Speech. Film dari Britania Raya yang telah ditanyangkan pada 2010 dan disutradai oleh Tom Hooper, menceritakan mengenai perjuangan seorang putera raja, Bertie  dalam melawan rasa gugup ketika berbicara di depan publik. Bertie yang mendapat amanah dari ayahnya yang sedang sakit sehingga Bertie menggantikan ayahnyanya untuk berpidato dalam suatu acara di kerajaan oleh ayahnya. Di sisi lain, Bertie ternyata mempunyai gangguan bawaan dari kecil dalam berbicara yakni gagap dalam berbicara atau ketika ia merasa takut. Pada akhirnya istri dari Bertie, yakni Elizabeth membawa suaminya terapi kepada Lionel sebagai dokternya. Lionel menyanggupi untuk membantu Pangeran Bertie. Dokter Lionel memberikan terapi kepada Bertie untuk mengatasi rasa gugup yang dialami ketika berbicara di depan umum dengan menggunakan musik. Praktiknya, Lionel menyuruh Bertie untuk terus mendenganrkan musik dengan volume yang keras sembari membaca sebuah teks pidato. Hal ini diharapkan Bertie bisa merasa teralihkan rasa gugupnya dan percaya diri. Terbukti, tanpa ia sadari, Bertie akhirnya bisa berpidato lancar karena musik tersebut dapat mengalihkan rasa takutnya. Setelah terapi yang diberikan Lionel diterapkan secara berulang-ulang pada akhirnya Bertie mampu berbicara dan berpidato dengan lancar dan baik tanpa bantuan musik lagi.

Dalam film ini, membuktikan bahwa semua bisa berubah dengan adanya pengkondisian yang dilakukan secara berulang-ulang atau dijadikan pembiasaan. Sebagaimana teori belajar yang dikemukakan oleh Ivan Pavlov, Classical Conditioning atau sebuah pengkondidsian klasik, yakni adanya suatu stimulus atau rangsangan yang awalnya tidak memunculkan respon tertentu dan diasosiasikan dengan stimulus atau rangsangan kedua yang pada akhirnya menimbulkan respon yang diinginkan (McLeod, 2018). Yang pada intinya dalam teori ini menekankan bahwa dalam sebuah proses belajar diiringi dengan adanya latihan-latihan secara berulang-ulang sehingga menimbulkan sebuah pembiasaan dan akan terjadi secara otomatis.

Dalam teori ini Ivan Pavlov melakukan eksperimen menggunakan mamalia anjing yang pada awalnya anjing tidak mengeluarkan respon ketika melihat lonceng, namun ketika melihat daging dapat menimbulkan respon yakni mengeluarkan air liur. Lalu Pavlov mengasosiasikan lonceng yang diikuti daging, sehingga anjing tersebut dapat menimbulkan respon mengeluarkan air liur ketika melihat lonceng. Metode ini dilakukan Pavlov secara berulang-ulang, sehingga membuat anjing tersebut dengan melihat lonceng dapat menimbukan respon mengluarkan air liur hal ini seperti anjing ketika melihat daging yang akan mengeluarkan air liurnya.

Teori Pavlov ini juga dapat kita lihat dalam kisah film The King’s Speech, di mana sebelum adanya pengkondisian, musik ini menimbulkan Bertie dapat membaca pidato dengan lancar dan disisi lain ketika tidak ada musik, Bertie menjadi gagap kembali ketika membaca teks pidato. Maka dari itu, Lionel melakukan asosiasi dengan pengkondisian yang dilakukan dengan berulang-ulang, prakteknya menyuruh Bertie untuk membaca teks pidato sembari mendengarkan musik secara berulang-ulang yang pada akhirnya Bertie bisa membaca teks pidato tanpa gugup dengan tanpa musik.

Tentunya dengan melihat kisah Pangeran Bertie yang berhasil dalam melawan gagap dalam berbicara ketika merasa gugup dan pada akhirnya melakukan terapi dengan metode Classical Conditioning atau pengkondisian klasik sehingga membuat Bertie berhasil melakukan pidato dengan lancar dan baik. Maka dalam kehidupan sehari-hari bisa kita terapkan untuk melakukan pengkondisian disituasi tertentu dengan sebuah pembiasaan. Bahkan terkadang tanpa sengaja kita dalam kehidupan sehari-hari telah melakukan proses belajar dengan pengkondisian klasik. Contohnya seorang ibu rumah tangga yang sudah terbiasa mendengan suara klakson dari tukang sayur membuat ibu tersebut menyadari keberadaan tukang sayur tersebut dan membelinya.

Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan teori Ivan Pavlov, yakni mengenai pengkondisian klasik yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah pembiasaan dapat mengendalikan melalui mengganti stimuls yang sudah ada (alami) dengan memberikan stimulus baru yang tepat agar mendapatkan sebuah respon yang diinginkan, namun individu tersebut tidak menyadari bahwa stimulus baru dapat mengendalikan dirinnya. Hal ini dikarenakan diberinya stimulus secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah pembiasaan dan menimbulkan respon atau tingkah laku secara otomatis dan di luar dari dirinya.

*Mahasiswa PIPS FITK UIN Malang Angkatan 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *