Dunia pendidikan dihadapkan pada tiga dosa besar, yakni bullying, intoleransi, dan kekerasan seksual. Tantangan ini, sebagaimana ditegaskan oleh Kementerian Pendidikan RI, harus dihadapi dengan serius demi menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan berkeadilann rasa aman kepada saksi dan korban agar mereka dapat memberikan kesaksian tanpa ancaman.
Di bawah langit Malang yang bersahaja, pada tanggal 18 September 2024, aula Microteaching UIN Maulana Malik Ibrahim menjadi saksi bisu sebuah perjalanan penting untuk perlindungan anak bangsa. Pada pagi yang cerah, pukul 08.30, Seminar Nasional dan Launching Mata Kuliah Advokasi, hasil kolaborasi antara Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) UIN Malang dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), mengangkat tema yang mendalam “Perlindungan Anak sebagai Saksi/Korban, Antara Fakta dan Norma.”
Acara ini menghadirkan dua tokoh terhormat dalam bidang perlindungan hukum, Brigjen. Pol. (Purn.) DR. Achmadi, S.H., M.A.P., selaku Ketua LPSK RI, sebagai pembicara kunci, serta Dr. Ir. Noor Sidharta, M.H., M.B.A., yang menyampaikan materi inti. Dengan dipandu oleh moderator Bapak Wiwik Budi Wasito, S.H., M.H., salah satu dosen PIAUD UIN Malang, seminar ini mengundang perhatian para peserta, baik secara langsung di aula maupun melalui live streaming di YouTube.
Seminar dimulai dengan penyampaian materi oleh Dr. Ir. Noor Sidharta, M.H., M.B.A. dengan topik “Peran LPSK dalam Perlindungan terhadap Anak yang Menjadi Saksi/Korban Tindak Pidana.” Beliau menyampaikan bahwa dunia pendidikan dihadapkan pada tiga dosa besar, yakni bullying, intoleransi, dan kekerasan seksual. Tantangan ini, sebagaimana ditegaskan oleh Kementerian Pendidikan RI, harus dihadapi dengan serius demi menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan berkeadilann rasa aman kepada saksi dan korban agar mereka dapat memberikan kesaksian tanpa ancaman.
Kerjasama antara LPSK dan berbagai lembaga pemerintah, seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Kementerian Agama, juga diulas dalam materi. Kerjasama ini meliputi perlindungan bagi saksi, korban, pelapor, dan ahli, serta fasilitasi pemulihan korban melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan sistem whistleblowing yang aman.
Dr. Noor Sidharta juga menegaskan peran LPSK dalam melindungi anak-anak sebagai kelompok rentan. Anak korban adalah individu di bawah 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian ekonomi akibat tindak pidana. Sementara itu, anak saksi adalah individu di bawah 18 tahun yang dapat memberikan keterangan penting terkait tindak pidana yang disaksikan atau dialaminya dalam proses hukum.
Berikut adalah beberpa pemaparan materi dari Dr. Ir. Noor Sidharta, M.H., M.B.A. :
Pemulihan Hak Saksi dan Korban
LPSK berpegang pada sejumlah dasar hukum untuk memulihkan hak-hak saksi dan korban, seperti Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 yang telah diperbarui dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014, serta Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2017 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Bentuk perlindungan yang diberikan mencakup perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, serta dukungan hukum.
Restitusi dan Kompensasi
Salah satu bentuk perlindungan penting yang diulas adalah fasilitasi restitusi kepada korban tindak pidana. LPSK berperan memfasilitasi ganti rugi materiil dan imateriil kepada korban atau keluarganya, termasuk biaya pemulihan medis dan psikologis.
Pengalaman Kasus
LPSK telah memiliki berbagai pengalaman dalam menangani kasus besar yang melibatkan anak sebagai korban atau saksi, seperti kasus di Jakarta International School (JIS) di mana anak korban memberikan kesaksian melalui telekonferensi untuk mencegah trauma lebih lanjut. Dalam kasus incest di Surabaya, anak korban didampingi oleh LPSK selama proses persidangan dengan pengamanan ketat untuk menjaga kerahasiaan identitas korban.
Tantangan dalam Perlindungan Anak
Namun, LPSK menghadapi tantangan yang tak mudah. Faktor ekonomi dan sosial sering kali menjadi kendala dalam memberikan perlindungan penuh kepada anak-anak. Pemulihan psikis dan fisik yang membutuhkan waktu lama sering kali berbenturan dengan keterbatasan perlindungan yang bisa diberikan. Selain itu, stigma masyarakat terhadap korban kekerasan seksual dan ketimpangan kekuasaan antara korban dan pelaku sering kali memperparah situasi.
Penutupan
Sebagai penutup, seminar nasional ini membuka sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Bapak Wiwik Budi Wasito. Sebanyak lima peserta berkesempatan mengajukan pertanyaan, yang semuanya dijawab dengan penuh ketelitian oleh para pemateri. Setelah sesi tanya jawab, acara ditutup dengan penuh hikmat oleh master of ceremony, diikuti dengan sesi foto bersama yang menandai akhir dari seminar nasional yang penuh makna ini.
Acara ini tidak hanya memperkaya wawasan para peserta tentang pentingnya perlindungan anak sebagai saksi dan korban tindak pidana, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam upaya kolaboratif antara lembaga akademis dan pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak anak terlindungi dalam sistem hukum kita.
Penulis : Syarifatul Khusniyah
- Yudisium Periode Ke-4 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan: Langkah Awal Menuju Kontribusi Nyata di Dunia Pendidikan - Desember 4, 2024
- Kerjasama Strategis PIAUD UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan PCI Muslimat Malaysia Resmi Terjalin - Desember 4, 2024
- Membangun kembali kepercayaan “Dealing with Trust Issue” - November 27, 2024