Membangun Relasi Orang Tua dengan Guru untuk Bersama Memantau Perkembangan Anak

Relasi antar orang tua dan guru bukanlah suatu hal yang asing, melainkan sudah biasa di telinga masyarakat, khususnya orang tua maupun guru. Relasi sendiri bermakna hubungan, dimana jika dikaitkan dengan orang tua dan guru maka bagaimana orang tua dengan guru memiliki hubungan yang baik. Hubungan yang dimaksud ialah hubungan bagaimana saling bertukar informasi terkait anak ketika berada dirumah dengan anak ketika berada di sekolah. Tidak hanya itu saja, hubungan yang baik antara orang tua dengan guru akan membantu anak terkontrol di masa perkembangannya.

Tepat pada hari Kamis (1/6) awal bulan dan bertepatan dengan lahirnya Pancasila, di Hall IPTEK Sengkaling Malang, Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Program Pendidikan (Prodi) Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)  yang sedang melaksanakan Asistensi Mengajar mengadakan seminar parenting bersama dengan wali murid dari KB TK Plus Insan Madani. Seminar tersebut bertema tentang  “Membangun relasi orang tua dengan guru untuk bersama memantau perkembangan anak” dengan narasumber salah satu Dosen UIN Maliki yaitu Ibu Melly Elvira.

Beliau menjelaskan bagaimana menjalin serta menjaga hubungan baik orang tua dengan guru untuk memantau perkembangan anak. Perkembangan anak yang terpantau dengan baik juga termasuk dari campur tangan bagaimana orang tua dengan guru dapat menjalin relasi/hubungan kerjasama yang baik. Dengan kerjasama yang baik pula akan mengarahkan anak atau secara otomatis dapat mengoptimalkan proses pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjalin relasi antara orang tua dengan guru seperti

  1. Pelaporan melalui buku penghubung
  2. Kalender akademik
  3. Sesi konsultasi

Selain itu, program-program sekolah yang dibentuk kemudian dijalankan oleh sekolah harus dikomunikasikan dengan orang tua. Agar program-program tersebut dapat terlaksana dengan baik dan tentunya sesuai tujuan. Terlepas dari itu orang tua juga harus mendukung dengan sepenuh hati program tersebut. Misalnya, jika disekolah membuat program pembiasaan shalat maka di rumah pun juga anak dibiasakan untuk sholat, dan contoh-contoh lainnya.

Relasi yang baik di zaman yang serba modern, generasi semakin beragam tentu tidak hanya dapat dilakukan dengan cara sederhana. Namun juga ikut berkembang seiring dengan berkembangnya zaman.

Generasi ke generasi pada beberapa pergantian tahun memiliki nama sendiri, misalnya yang pernah ramai beberapa waktu silam yaitu generasi Z atau lebih disingkat dengan genZ. Kemudian ada istilah baru lagi yaitu generasi strawberry. Istilah ini disematkan pada generasi saat ini karena adanya karakteristik buah strawberry. Karakteristik yang dimaksud ialah terlihat cantik di luar tapi mudah hancur ketika mendapat tekanan.

Generasi strawberry dicetuskan pertama kali di Taiwan yang ditunjukkan kepada generasi yang lahir pada tahun 2000-an dan diibaratkan buah strawberry karena mudah hancur. Generasi strawberry memiliki tekanan yang besar, bagaimana tidak pikirannya kreatif tapi mudah untuk menyerah bahkan sakit hati, putus asa dan enggan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahannya.

Lantas, apakah penyebabnya?

Penyebabnya ialah self-daignose yaitu mendiagnosis diri sendiri tanpa melibatkan para ahli. Kemudian karena sering dimanjakan, selain itu juga karena kurangnya pengalaman orang tua dalam memberikan pengertian kepada anak, dan mudah putus asa.

Setiap penyebab pasti ada solusi, untuk itu beberapa cara agar tidak menjadi generasi strawberry adalah dengan banyaknya teknologi sehingga memudahkan untuk menyalurkan atau menuangkan bakat yang dimiliki, memanfaatkan keterbatasan menjadi peluang, memiliki sikap adaptif, memiliki gagasan yang kreatif dan tepat, kerjasama/kolaborasi antar generasi.\

Kontributor: Izmatul Izza, Dewi Lestari, Hajar Khairun Nisa, Maulina Shofwatul Ulya