Acara yang dimulai pada pukul 12.30 ini dipandu oleh moderator Ibu Dessy Putri Wahyuningtyas, M.Pd., salah satu dosen PIAUD UIN Malang. Dalam pemaparan yang disampaikan, Ms. Rosalynn mengajak para peserta menyelami metode Montessori, sebuah pendekatan di mana anak-anak belajar secara alami melalui aktivitas mereka dan karakter mereka berkembang melalui kebebasan. Filosofi ini, yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori, menekankan pentingnya pendidikan yang berpusat pada anak serta memperlakukan mereka dengan penuh rasa hormat.
Ms. Rosalynn menjelaskan bahwa sistem Montessori mendukung anak-anak untuk berkembang sesuai dengan jalur alami mereka, terutama selama enam tahun pertama kehidupan, yang disebut sebagai periode “pikiran penyerap.” Pada masa ini, anak-anak menyerap segala hal dari lingkungan sekitarnya seperti spons. Montessori juga mengenali adanya “periode sensitif”, yakni saat-saat di mana anak-anak paling siap untuk mempelajari keterampilan dan pengetahuan tertentu. Lingkungan pembelajaran dalam metode Montessori dirancang untuk mendukung kemandirian, kebebasan bergerak, dan pilihan aktivitas, dengan tujuan menciptakan individu yang mandiri dan mampu mendidik diri sendiri.
Tidak hanya berbicara, Ms. Rosalynn juga menyegarkan suasana dengan mengajak para peserta bermain game yang membangkitkan semangat dan fokus. Para peserta pun terlibat dengan antusiasme yang tinggi, merasa terinspirasi oleh cara Montessori memandang pendidikan sebagai hadiah yang berdiri sendiri, bukan sesuatu yang perlu diraih dengan penghargaan eksternal.
Ketika sesi tanya jawab dibuka, salah satu pertanyaan menarik yang diajukan peserta adalah tentang bagaimana penerapan model Montessori ini terhadap agama?. Ms. Rosalynn dengan bijaksana menjelaskan bahwa model Montessori berpendapat bahwa pendidikan agama pertama kali diperoleh di rumah, dari keluarga bukan dari sekolah.
Anak-anak adalah peniru yang ulung, dengan kemampuan menyerap segala hal yang mereka lihat dan alami setiap hari. Apa yang dilakukan oleh orang tua di rumah akan menjadi contoh yang paling nyata bagi anak. Di sekolah, waktu yang dimiliki anak untuk belajar agama mungkin terbatas, namun di rumah, orang tua adalah cermin utama. Jika orang tua taat beragama dan secara konsisten menunjukkan praktik keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, anak pun akan mengikuti dan meniru, sebaliknya jika tidak. dan tentunya jawaban yang pemateri paparkan mempunyai rujukan yakni dari buku-buku dari sang penemu model yakni Maria Montessori.