Bersama Bedah Sisdiknas untuk Masa Depan Madrasah

Pelaksanaan pendidikan di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Agama (Kemenag) di Indonesia sampai kini masih terdapat ketidak seimbangan. Adanya ketidak seimbangan ini dapat dilihat dari perbedaan anggaran yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu, tenaga pendidik madrasah yang merupakan lembaga pendidikan di bawah Kemenag pun belum sepenuhnya mendapat akses untuk mengabdi kepada Negara, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN). Contoh yang sudah sering dijumpai adalah guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Isu yang sedang beredar pun mengatakan akan dihapuskannya madrasah. Lantas, bagaimana nasib masa depan calon guru madrasah?

Tema pada puncak acara kuliah tamu hari ketiga, Kamis (06/10/22) “Guru Madrasah dan Pendidikan Islam Masa Depan serta Telaah RUU Sisdiknas Tahun 2022”. Pembahasan yang diangkat sengaja diberikan untuk mahasiswa Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD), Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), dan Manajemen Pendidikan Islam (MPI) yang kelak ranah profesinya menjadi guru madrasah.  “Meski madrasah dipandang rendah, tetapi kualitas madrasah bisa diandalkan”, tegas salah satu anggota komisi VIII DPR-RI,  Dra. Hj. Anisah Syakur, M.Ag. Beliau merupakan satu dari tiga narasumber pada kuliah tamu hari ke tiga. Pernyataan tersebut dapat diucapkan beliau, karena hampir setiap jenjang pendidikan yang beliau tempuh adalah madrasah. 

Berdasarkan data yang ada menunjukkan jumlah madrasah setara dengan pendidikan di bawah Kemendikbud. Begitupun dengan anggaran yang didapat dari pemerintah untuk kepentingan pendidikan, Kemendikbud jauh lebih unggul dibanding Kemenag dengan selisih 530 triliun. Kemendikbud mendapat anggaran 600 triliun, sedangkan Kemenag sekitar 70 triliun. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?, lanjut Ibu Anisah menuturkan bahwa madrasah tidak hanya dipandang rendah oleh masyarakat, tetapi juga pemerintah. Kemungkinan pandangan tersebut menjadi faktor kurangnya kesejahteraan pada madrasah. Jelas, hal itu dikhawatirkan oleh para calon guru madrasah. 

Narasumber selanjutnya, Hj. Hikmah Bafaqih, M.Pd yang merupakan wakil ketua komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur turut memaparkan materi di hari itu. Sesuai dengan tema yang diangkat, beliau menyampaikan terkait RUU Sisdiknas yang hingga kini masih dinanti keputusannya. Salah satu yang disinggung oleh beliau yaitu tentang sertifikasi guru. Termasuk lulusan PAUD yang hingga saat ini belum ada akses menjadi ASN. Hj. Hikmah menegaskan untuk mengajak seluruh masyarakat, asosiasi guru, serta universitas untuk ikut serta mengadvokasi RUU Sisdiknas beserta turunannya. 

Di akhir penyampaian materi, beliau menyampaikan bahwa “jangan berkecil hati, masa depan kalian cerah, karena guru baik swasta/negeri tetaplah pilihan yang terbaik. Mendidik adalah profesi yang oke karena bisa disambi yang lain, karena pendidik adalah pilihan strategis”. 

Disambung narasumber ketiga, yakni M. Hasanuddin Wahid. Beliau menyampaikan bahwa di UU Sisdiknas terdapat isu pokok yang menjadi perhatian publik. Salah satunya masalah anggaran yang tidak merata, dimana pemerintahan pusat/kemendikbud hanya memperhatikan Lembaga Pendidikan yang bersertifikasi negeri. Dengan hal ini, beliau mengajak seluruh jajaran baik guru maupun siswa untuk berkontribusi serta memberikan beberapa masukan. Terutama Ma’arif, UIN, terutama FITK.

“Saya berharap Fakultas Tarbiyah UIN Malang menjadi centre of excellence dari lahirnya pikir-pikiran cerdas yang menjadikan mutu kualitas pendidikan kita itu semakin hari semakin baik, utamanya yang terkait dengan madrasah dan lembaga pendidikan swasta”. tutur beliau. Sebab yang negeri sudah banyak yang dipikirkan oleh negara. Berbeda dengan swasta yang pembiayaannya semena-mena. Sudah waktunya negara ini memberikan alokasi anggaran serta afirmasi kebijakan yang serius.

Mengharap besar bahwa madrasah mendapat perhatian seperti lembaga-lembaga lainnya, karena madrasah-lah yang mendahului sebelum adanya sekolah-sekolah umum.   

“Salah satu ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan guru adalah tulisan-tulisan dari para guru dan calon guru”, tutur Bu Anisah memberi pesan dan harapan. Lewat tulisan dengan mengandalkan perasaan akan lebih dilirik oleh pemerintah. Maka dari itu, ayo para guru dan calon guru demi titik terang masa depan kirim tulisan sebanyak-banyaknya terutama lewat sosial media. Mari terus berikhtiar untuk kesejahteraan tenaga pendidik madrasah.

SobatQu, Tim Pers PIAUD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *