Dampak Pola Asuh Otoriter Terhadap Perkambangan Emosi Takut Pada anak

Kolom Mahasiswa

Oleh : M. Nanang baha’udin*

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak anak mereka. Oleh karena itu di butuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal.

Hansen & Zambo (2007) menjelaskan emosi adalah perasaan yang secara fisiologis dan psikologis dimiliki oleh anak dan digunakan untuk merespons terhadap peristiwa yang terjadi disekitarnya. Emosi bagi anak usia dini merupakan hal yang penting, karena dengan emosi anak dapat memusatkan perhatian, dan emosi memberikan daya bagi tubuh serta mengorganisasi pikir untuk disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun fungsi emosi dalam kehidupan anak usia dini, misal: takut adalah salah satu emosi yang digunakan untuk ”survival”. Pada saat emosi takut muncul pada anak, maka anak menjadi sadar terhadap lingkungan dan menimbulkan sikap hati-hati pada diri anak.

Rasa takut berpusat pada bahaya yang bersifat fantastik, adikodrati, dan samar-samar. Mereka takut pada gelap dan makhluk imajinatif yang diasosiasikan dengan gelap, dan juga rasa takut yang ada dalam diri anak itu diakibatkan pola asuh orang tua atau guru yang salah dengan menggunakan pola asuh otoriter. Terlepas dari usia anak, ciri khas yang penting pada semua rangsangan takut ialah hal tersebut terjadi secara mendadak dan tidak di duga, dan anak-anak hanya mempunyai kesempatan yang sedikit untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Namun seiring dengan perkembangan intelektual dan meningkatnya usia anak, mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak anak mereka. Oleh karena itu di butuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anak. Metode disiplin itu meliputi dua konsep yaitu konsep positif dan konsep negatif. Dari konsep positif dijelaskan bahwa disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin diri dan pengendalian diri. Sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, hal ini merupakan   suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan bagi anak dan juga yang dikhawatirkan dapat mengganggu stimulus anak.

Perkembangan emosi perlu di kembangkan sejak dini karena anak memiliki masa emas perkembangan sosial emosional sesuai tahap perkembangannya

Menurut Zakiyah Daradjat kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk kedalam pribadi anak mereka yang sedang tumbuh. Zakiyah menjelaskan yang dimaksud pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh dimana orang tua mengasuh anaknya dengan gaya pengasuhan keras. Orang tua menuntut kepatuhan yang tinggi pada anak, tidak boleh bertanya terhadap tuntutan orang tua, orang tua banyak menghukum bila anak telah usia   remaja remaja dan mareka melanggar tuntutannya.Dan akan memberikan pengontrolan yang ketat terhadap perilaku anaknya serta kurang memberikan kesempatan atau berdiskusi. Dengan pola asuh ini anak akan cenderung berkembang menjadi anak yang kaku, sulit menyesuaikan diri dalam situasi sosial, tidak percaya diri dan bahkan mengarah pada perilaku perilaku agresif.

(Aas, 2021) berpendapat bahwa sosial emosional anak perlu dikembangkan agar ada penanaman kesadaran bahwa anak adalah penerus, pencipta, pengevaluasi, investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik aspek perkembangan emosional maupun keterampilan sosialnya, kemudian perkembangan emosi perlu di kembangkan sejak dini karena anak memiliki masa emas perkembangan sosial emosional sesuai tahap perkembangannya. Oleh karena itu orang tua dan guru jangan sampai memanfaatkan masa emas tersebut yakni dengan cara menerapkan pola asuh yang tepat, tidak menggunakan pola asuh otoriter karena pola asuh seperti itu dapat menghambat sosial emosial anak. Karena jika anak takut secara terus-menerus sosial emosional anak tidak berkembang dengan optimal disebabkan tidak adanya komunikasi asertif yang diungkapkan pada anak kepada orang tuanya dikhawatirkan anak takut berlebihan.

Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak, seperti perkembangan sosial emosional anak yang dapat terbentuk dari lingkungan keluarga atau lingkungan di sekitar anak. Dalam bukunya Rahmat Rosyadi yang berjudul Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini (Konsep dan Praktik PAUD Islami), menyatakan bahwa ketidak hadiran orang tua secara fisik dapat menimbulkan efek negatif pada anak. Perkembangan anak terlambat dan mengalami depresi serta kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.  Sebagaimana ditegaskan oleh Fawzia bahwa gaya pengasuhan terhadap anaknya, akan mempengaruhi pada perkembangan sosial dan kepribadian anak. Gaya pengasuhan orang tua yang baik akan menurunkan perkembangan sosial anak yang baik (2011).

Menurut pendapat Santrock anak-anak dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, takut, dan cemas ketika membandingkan dirinya dengan orang lain, tidak memiliki inisiatif dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk (2012). Menurut Baumrind sebagaimana yang dikutip dari Papalia dkk mendefinisikan orangtua otoriter mengakibatkan anak mereka cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya pada orang lain (2010). Menurut Natuna bahwa anak-anak dari keluarga pola asuh otoriter menunjukan beberapa kesulitan tertentu dalam berprilaku. Mereka yang dibesarkan dalam keluarga otoriter cenderung kurang memperhatikan rasa ingin tahu dan emosi yang positif cenderung kurang bisa bergaul. Hal ini disebabkan oleh sikap orang tua yang terlalu keras dan membatasi rasa ingin tahu anak dengan menerapkan berbagai aturan yang apabila dilanggar akan mendapatkan hukuman. Suryanto juga berpendapat bahwa interaksi anak dan orang tua pada awal kehidupan penting sebagai dasar perkembangan emosional anak pengasuhan yang keras dapat meningkatkan frekuensi kejadian gangguan prilaku anak (2015)

Dari pendapat para pakar diatas maka dapat disimpulkan bahwa dampak dari pola asuh otoriter seringkali tidak bahagia, takut, dan cemas ketika membandingkan dirinya dengan orang lain, tidak memiliki inisiatif dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk dan tidak percaya pada orang lain. Banyak hal negatif yang akan timbul pada diri anak akibat sikap otoriter yang di terapkan orang tua, seperti takut, kurang memiliki keyakinan diri, menjadi pembangkang, penetang ataupun kurang aktif. Peran tua seperti itu selalu memberikan pengawasan berlebih pada anak sehingga hal-hal yang kecil pun harus terlaksana sesuai keinginannya. Sebaiknya orang tua menerapkan pola pengasuhan dengan melakukan komunikasi dengan anak dan menghindari cara-cara mengatur, memerintah, menyindir, mencela, dan membandingkan anak karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan anak saat dewasa kelak.

*Mahasiswa PIAUD UIN Maulana Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *