Rasa Malu dan Kecemasan Sosial: Dampak Perkembangan Pengalaman Anak Usia Dini Terhadap Kesejahteraan Emosional

Kolom Mahasiswa

Oleh: Roidah*

Anak-anak yang menderita rasa malu dan kecemasan sosial cenderung memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dan kurang percaya diri – Karyssa

Emosi malu sering muncul ketika kita merasa bahwa kita tidak memenuhi standar yang diharapkan dari orang lain. Anak-anak menjadi lebih rentan terhadap pengalaman seperti itu ketika mereka belajar berinteraksi dengan orang lain dan menemukan tempat mereka di lingkungannya. Selain itu, rasa malu yang dialami sejak dini juga bisa memicu timbulnya kecemasan sosial pada anak-anak.

Pengertian Malu

Malu adalah salah satu bentuk emosi manusia. Malu memiliki arti yaitu sebuah emosi, pengertian, pernyataan, atau kondisi yang dialami manusia akibat sebuah tindakan yang dilakukan sebelumnya, dan kemudian ingin menutupinya. Orang dengan perasaan malu tidak ingin orang lain memperhatikan tindakan mereka, jadi mereka secara alami ingin bersembunyi dari orang lain (Wikipedia). Menurut Cheek dan Buss (1981) perasaan malu (shyness) adalah perasaan yang tidak nyaman pada situasi sosial yang melibatkan orang yang baru dan kenalan, dimana kemampuan interaksi sosial yang rendah berarti lebih suka menyendiri daripada berinteraksi dengan orang lain (Nina Mounts, 2006). Menurut Busfield (1996) bahwa perasaan malu (shyness) adalah kondisi yang dapat dikategorisasikan sebagai “halangan nyata” antara kesehatan fisik, mental illness, deviasi sosial (Scott, 2006). Perasaan malu (shy) dapat dikatakan normal, karena kita merasakan perasaan malu (shy) pada beberapa situasi tertentu. Menurut Scott, perasaan malu (shyness) yang menjadi suatu problem jika muncul secara menetap dengan disertai kesepian, kecemasan, dan frustrasi (Afandi et al., 2014).

Rasa malu dan kecemasan sosial adalah kondisi umum bagi banyak orang, termasuk salah satunya anak-anak. Rasa malu adalah perasaan khawatir atau ragu tentang situasi tertentu, sedangkan kecemasan sosial adalah perasaan takut dan khawatir yang disebabkan oleh penilaian yang buruk, meremehkan atau kurangnya penerimaan di lingkungan sosial (Hapsari, 2022).

Pada usia dini, rasa malu dan kecemasan sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan emosionalnya. Anak-anak yang menderita rasa malu dan kecemasan sosial cenderung memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dan kurang percaya diri (Karyssa, 2021). Selain itu, kondisi ini juga dapat mempengaruhi interaksi sosial anak sehingga membuat anak cenderung menghindari situasi sosial yang sulit (Popmama, 2021).

Mengembangkan pengalaman anak usia dini dapat memengaruhi seberapa besar kemungkinan seorang anak mengalami rasa malu dan kecemasan sosial. Misalnya, anak yang pemalu sejak kecil, pendiam seja kecil, dan lain sebagainya cenderung lebih rentan mengalami kondisi ini (Hapsari, 2022). Namun, tidak semua anak pemalu mengalami kecemasan sosial. Merasa malu atau tidak nyaman dalam situasi tertentu belum tentu merupakan tanda gangguan kecemasan sosial, terutama pada anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memahami tanda-tanda kecemasan sosial pada anak, seperti ketakutan mempermalukan diri sendiri, intensitas ketakutan yang mempengaruhi penampilan fisiknya, kesedaran akan ketakutan yang tidak pasti, dan lain sebagainya (Fidhzalidar, 2015).

Jika anak mengalami kecemasan sosial, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu anak mengatasi kondisi ini. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi kecemasan sosial pada anak :

1. Cari tahu penyebab kecemasan pada

Penyebab kecemasan pada anak bisa berbeda-beda sesuai dengan usia anak. Misalnya, anak yang lebih kecil mungkin cemas dan takut terhadap hal-hal disekitarnya, seperti binatang, serangga, monster, atau hal-hal yang ditakutkan oleh kedua orang tuanya. Sedangkan anak yang lebih tua cenderung takut akan nilai sekolah, kesulitan memahami pelajaran atau gagal ujian.

2. Kenali gejala gangguan kecemasan sosial pada

Gejala gangguan kecemasan sosial pada anak antra lain kecemasan dan ketakutan berlebihan, menghindari situasi sosial, berbicara terlalu lambat, postur kaku, keringat berlebihan, jantung berdebar, dan mual pada anak.

3. Ajarkan anak untuk menenangkan

Anak dapat diajarkan untuk menenangkan diri dengan cara bernapas dalam-dalam, bermeditasi, atau melakukan aktivitas fisik seperti berjalan-jalan atau berlari.

4. Berikan pengertian mengenai situasi sosial yang akan dihadapi

Berikan anak pengertian mengenai situasi sosial yang akan dihadapinya sehingga anak dapat mempersiapkan diri dan merasa lebih percaya diri.

5. Ajarkan anak untuk berbicara tentang

Ajarkan anak untuk berbicara tentang perasaannya dan jangan mengekang atau mengontrol anak terlalu banyak.

6. Berikan dukungan dan dorongan pada

Berikan dukungan dan dorongan pada anak agar anak merasa didukung dan merasa lebih percaya diri.

7. Ikuti rutinitas setiap

Rutinitas sehari-hari dapat membantu anak untuk merasa lebih tenang dan teratur.

Selain itu, terapi perilaku kognitif juga dapat membantu anak mengatasi kecemasan sosial dengan melarang anak untuk mengenali dan mengubah pola pikir negatif yang mendasari kondisi ini. (Hapsari, 2022)

Dalam hal ini, peran orang tua dan pengasuh sangat penting dalam membantu anak mengatasi rasa malu dan kecemasan sosial. Dengan memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat, anak dapat mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan merasa lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Karyssa, 2021).

*Mahasiswa PIAUD UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *